Atmosfer merupakan
udara yang menyelubingi bumi dengan ketebalan mencapai 1000 km dari permukaan
bumi dan massa total mencapai 5600 triliun ton (Ahrens, 2000). Dimana 99% dari
massa atmosfer berada pada lapisan antara permukaan bumi hingga 35 km diatas
permukaan (Bayong 2004). Lapisan Udara ini tersusun atas gas-gas (table 1) dan
99.03% gas permanen didominasi oleh gas Nitrogen, Oksigen, Argon.
Tabel 1 Komposisi Atmosfer (Ahrens, 2000)
Di dekat
permukaan terdapat suatu sistem kesetimbangan antara keluar dan masuknya
beberapa gas diatas di atmosfer. Sebagai contoh Nitrogen keluar dari atmosfer
dikarenakan oleh proses biologi yang melibatkan bakteri tanah dan masuknya gas
N2 ke atmosfer berasal dari sisa-sisa pembusukan tumbuhan dan binatang. Oksigen
diatmosfer berasal dari proses fotosintesis oleh tanaman dengan bantuan radiasi
maahari sehingga dapat mengolah CO2 dan H2O menjadi gula dan Oksigen. Sedangkan
hilangnya Oksigen dari atmosfer karena dimanfaatan dalam proses pernafasan
mahkluk hidup (Ahrens, 2000).
Gas Helium, Argon,
Neon dan Xenon merupakan gas yang tidak reaktif sehingga sulit bergabung dengan
unsur lain yang disebut dengan gas mulia. Dimana gas helium memiliki massa yang
ringan demikian juga dengan gas hydrogen, sehingga keberadaan gas ini berada
pada lapisan atas dan dalam meteorologi sering digunakan untuk mengisi balon
meteorologi dalam pengamatan udara atas.
Uap air
mempunyai peran yang sangat penting dalam atmosfer yang berasal dari proses
evaporasi dan konsentrasinya berbeda-beda secara spasial (tempat) dan temporal
(waktu) bergantung pada suhu dan ketersediaan air di permukaan. Sehingga
konsentrasi 0 hingga 4% merupakaan variasi dari tempat yang gersang hingga
daerah tropis (Prawirowardoyo, 1996). Akibat adanya uap air maka udara menjadi
lebih lembab dan proses pembentukan awan dan hujan dapat terjadi.
Karbon Dioksida di atmosfer berasal dari letusan
gunung berapi, pernafasan makhluk hidup dan pembakaran bahan bakar fosil.
Sedangkan keluarnya CO2 dari atmosfer yaitu karena dimanfaatkan oleh tumbuhan
hijau untuk bahan baku fotosintesis. CO2 merupakan salah satu gas rumah kaca
yang mempunyai sifat tembus terhadap radiasi gelombang pendek dan menyerap
radiasi gelombang panjang. Sehingga menyebabkan kenaikan suhu di permukaan
bumi. Berdasarkan hasil pantauan NOAA (gambar 1a) konsentrasi gas CO2 secara
rata-rata mengalami peningkatan dari tahun-ketahun sesuai dengan tingkat
kemajuan industri dunia.
Gambar 1 Grafik
Peningkatan CO2 (a) dan Metana (b) terhadap Tahun |
Demikian juga
halnya dengan gas metana (gambar 1b) yang juga merupakan gas rumah kaca
mengalami peningkatan secara rata-rata. Di atmosfer gas metana berasal dari kerusakan
tanaman oleh bakteri, aktifitas rayap dan reaksi biokimia pada perut sapi.
Sedangkan N2O terbentuk di tanah melalui proses kimia yang melibatkan bakteri
dan mikroba.
Ozone
dipermukaan merupakan photochemical smog yang dapat menyebabkan iritasi mata
dan kerongkongan dan merusak tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi keberadaan di
permukaan hanya sebagian kecil saja, 97% dapat di temukan di lapisan
Stratosfer. Walaupun persentase volume ozone di atmosfer sangat ecil namun
mempunyai peran yang sangat penting dalam melindungi mahkluk hidup dari sinar
ultraviolet. Akan tetapi saat ini dikatakan telah terjadi penipisan lapisan
ozone yang diakibatkan oleh Chlorofluorocarbons (CFCs). Gas CFCs in dihasilkan
dari alat pendingin seperti Kulkas , AC, Aerosol Spray dan larutan pembersih.
Gas-gas di
atmosfer pada dasarnya mempunyai sifat dapat dimampatkan, sehingga molekul -
molekul udara semakin dekat dengan permukaan mempunyai densitas (kerapatan)
lebih besar dibandingkan dengan atmosfer lapisan atas (gambar 2).
Gambar 2 Grafik Penurunan Tekanan terhadap Ketinggian (Ahrens, 2000) |
Berat
molekul atmosfer dalam suatu luasan tertentu disebut sebagai tekanan atmosfer.
Di mana tekanan atmosfer di permukaan laut sebesar 1013.25 hPa = 1013.25 mb.
Dari permukaan laut tekanan menurun dengan cepat hingga ketinggian 20 km diatas
permulaan laut dan setelahnya mengalami penurunan dengan lambat. Sekitar 92%
dari jumlah molekul atmosfer berada di bawah ketinggian 20 km (gambar 2b).
Gambar 3 Profile Vertikal Suhu Atmosfer (Ahrens, 2000) |
Berbeda halnya dengan tekanan udara yang mengalami penurunan secara
ekponensial terhadap ketinggian, Temperatur atau suhu udara perubahannya
berbeda-beda pada setiap layer atau lapisan atmoafer. Pada lapisan paling bawah
(Troposfer) suhu udara mengalami penurunan terhadap ketinggian yang disebut
dengan lapse rate. Hal ini terjadi karena molekul udara sedikit menyerap
gelombang pendek radiasi matahari dan meneruskannya ke permukaan bumi.
Akibatnya bumi memancarkan kembai dalam bentuk gelombang panjang. Sehingga
pemanasan yang terjadi di lapisan Troposfer adalah pemanasan dari bawah
(permukaan bumi). Maka suhu udara di dekat permukaan akan lebih panas
dibandingkan dengan suhu diatasnya. Besarnya lapse rate berbeda-beda yaitu
berkisar antara 0.5 ˚C /100 meter hingga 1 ˚C /100 meter. Jadi rata-rata
penurunan suhu udara terhadap ketinggian sebesar 0.65 ˚C/100 meter (Bayong,
2004). Lapisan diatas troposfer disebut sebagai lapisan Stratosfer yang
ditandai dengan peningkatan suhu terhadap ketinggian. Pembatas antara Troposfer
dengan Stratosfer disebut dengan Tropopause yang ditandai dengan nilai lapse rate = 0. Keinggian lapisan
Tropopause ini bervariasi terhadap lintang. Di Khatulistiwa sekitar 16 km dan
menurun hingga 8 Km di daerah Kutub. Peningkatan suhu pada lapisan Stratosfer
diakibatkan karena adanya lapisan ozon yang banyak menyerap radiasi ultraviolet
matahari (Prawirowardoyo, 1996). Lapisan diatas Stratosfer adalah Mesosfer yang
dipatasi oleh lapisan Stratopause. Pada
lapisan ini terjadi penurunan suhu terhadap ketinggian diakibatkan oleh sangat sedikitnya jumlah gas pada lapisan ini, sehingga penyerapan terhapan radiasi matahari juga sangat sedikit.
Lapisan di atas mesosfer disebut dengan Termosfer.
Pada lapisan ini suhu mengalami peningkatan dikarenakan adanya penyerapan
radiasi ultraviolet oleh atom oksigen. Proses ionisasi akibat sinar X dan
ultraviolet terjadi pada lapisan ini kira-kira pada ketinggian 200 km
(Prawirowardoyo, 1996).
Referensi :
1. Bayong,
T.H.K., 2004, Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung
2. Ahrens,
C.D., 2000 , Essential of Meteorology An
Invitation to the Atmosphere 3rd edition, Broke
Cole, USA
3. Prawirowardoyo, S., 1996, Meteorologi,
Penerbit ITB, BandungCole, USA
Sangat bermanfaat. Makasih :)
ReplyDelete